Senin, 06 Oktober 2008

sumur minyak dan rakyat



Yang akan aku bagi di sini adalah tulisan-tulisanku yang pernah kubuat...tentang sumur minyak..

salah satunya ironi yang terjadi di ladang minyak....mungkin tak terbayangkan, tapi itulah kondisi riilnya...


Ironi Semanggi, Desa Penghasil Minyak Miskin (1)
Sudah 15 Tahun Tidak Punya Balai Desa

Sungguh ironis nasib Desa Semanggi Kecamatan Jepon. Setiap hari menghasilan ratusan barel minyak dari 10 sumur yang ada di desa ini. Namun, desa ini tetap miskin dan mengenaskan. Bahkan, balai desa saja desa ini tidak punya.

Sebuah bangunan joglo khas jawa nampak kumuh. Semak belukar memenuhi halaman bangunan itu. Tidak ada jendela, hanya kusen yang masih berdiri, dan pintu usang yang tetap menempel di kusen. Pintu kayu itu juga tak kalah usangnya. Masuk bangunan itu, lebih mengenaskan lagi. Lantai abu-abu bangunan tersebut sudah banyak yang lepas.
Di ruangan ukuran 9x9 meter itu hanya ada sebuah kentongan tergantung di pojok ruangan. Juga, satu papan tulis melamin putih yang juga usang bertuliskan papan informasi. Sementara tepat di tengah ruangan, tercecer bekas buah-buahan dimakan kelelawar, juga kotoran kelelawar berceceran di lantai. ‘’sejak 15 tahun lalu, gedung ini sudah tidak terpakai,’’ ujar Kasno,33, Kepala Desa Semanggim saat mendampingi koran ini menengok bangunan tersebut.
Bangunan itu ternyata bekas balai desa Semanggi. Melihat kondisinya sangat memprihatinkan. Lebih mengenaskan lagi, bangunan lebih kecil di belakang pendopo itu. Ukuran sekitar 9x5 meter. Ruangan ini dari kayu, juga dindingnya. Masih berlantai tanah. Ada beberapa sekat di ruangan ini untuk membagi bangunan menjadi beberap ruangan. ‘’Ini dulu adalah kantornya, dan tadi pendoponya,’’terang Kartono sambil tersenyum.
Begitulah memang salah satu kengenasan di Desa Semanggi. Padahal tak jauh dari bangunan yang dulu balai desa itu terdapat bangunan sumur minyak milik Pertamina yang besar dan megah. Untuk mencapai ‘balai desa’ itu, juga melewati samping bangunan yang tampak angkuh itu. Sebab, bangunan di sekelilingnya kecil dan jelek, sedangkan dia tinggi dan mewah.
Karena letaknya di desa terpencil maka jangan harap ada kemewahan. Warganya hidup sederhana sebagai petani di lahan kering tadah hujan. Menurut Kasno, desa yang dipimpin sejak September 2007 itu mempunyai sekitar 2.500 penduduk dengan 600 kepala keluarga (KK). Rumah warga juga mayoritas sederhana, dari papan kayu, hanya orang-orang sedikit ‘berada’ yang mempunyai lantai kemarik atau kayu, sebab kebanyakan rumah warga masih berlantai tanah.
Sejak 15 tahun lalu, administrasi desa dilakukan di rumah Kades dan perangkat masing-masing. sebab, para perangkat desa tidak pernah ngantor. Kalau butuh administrasi, warga harus satu persatu menemui perangkat yang dibutuhkan di rumahnya masing-masing. ‘’Untuk administrasi ya cari Pak Sekdes dulu baru ke saya. Namun, untuk buat KTP langsung ke saya bisa,’’ ujar bapak dua anak itu.
Kondisi seperti itu bukan keinginan dia. Namun, menurut Kasno begitulah yang dilakukan bertahun-tahun sampai dia menjabat sebagai kades. Karena itu, kantornya setiap hari adalah di rumah. Itupun setiap hari dia tinggal untuk menggarap lahan tanah bengkoknya sebagai Kades yang hanya dua bahu atau sekitar 1,6 hektar. ‘’saya sudah melapor ke Camat. Juga sudah mengajukan proposal bantuan ke Pertamina, namun sampai sekarang belum ada hasilnya,’’ ungkap dia.
Kasno tahu setiap desa, termasuk Semanggi mendapat alokasi dana desa (ADD). Tahun lalu dapat Rp 40 juta. Namun dana itu habis untuk keperluan desa lainnya. Dia hanya tahu jumlahnya namun dia tidak tahu penggunaan rincinya. ‘’Karena saat itu saya belum menjabat,’’ tuturnya.
Dia berharap segera punya balai desa agar warga bisa terlayani administrasi dengan baik. Arsip-arsip desa, kata dia, lebih enak kalau disimpan dib alai desa agar tidak tercecer. Disa sendiri juga ingin ngantor seperti layaknya Kades. ‘’Yang penting kalau masyarakat butuh bisa cepat terlayani,’’ tegasnya.
Letak Desa Semanggi lebih dari 15 kilometer arah selatan Kota Blora. Menuju desa ini harus menahan nafas karena kondisinya. Jalannya makadam dan berdebu saat dilewati kendaraan. Bila hujan, jangan tanya berapa kubik lumpur yang melapisi jalan ini. Tapi itulah potret Semanggi, salah satu desa penghasil minyak di Blora. Sumur minyak di desa ini dikelola Pertamina Region Jawa Area Cepu.
Humas Pertamina Area Cepu, Anggadewi Widyastuti mengatakan, ada sekitar 10 sumur yang beroperasi di desa ini. Produksinya sekitar 386 barel perhari (Bopd). Hitungan kasar, sebut saja satu barel dijual 100 dollar, maka akan menghasilan 3.860 dollar perhari. Kalau satu dollar sama dengan Rp 9 ribu, maka desa ini setiap hari menyumbang pendapatan Rp 347,4 juta. Namun kondisi desanya tetap saja miskin.
Pertamina menurutan Angga juga setiap tahun selalu mendapat kucuran dana community development (comdev). Bentuknya disalurkan untuk bidang pendidikan seperti beasiswa, bantuan perlengkapan sekolah, rehab sekolah, rehab musala, bidang kesehatan dan lainnya. ‘’Kami juga partisipasi kegiatan social kemasyarakatan di sana,’’ ujarnya. (*)

Bangunan Sekolahnya Juga Mengenaskan
Yang juga mengenaskan dari Desa Semanggi adalah kondisi dua sekolah dasar (SD) nya. Dua SD di dua dusun sama-sama memiliki bangunan yang sebenarnya tidak layak untuk tempat belajar mengajar.


Sejumlah anak berseragamn merah putih nampak berlarian di halaman sebuah sekolah di Dusun Ngodo Desa Semanggi. Saat bel terdengar, anak-anak tersebut begegas masuk kelas untuk kembali belajar. Jangan membayangkan sebuah ruang belajar yang nyaman dan sejuk karena banyak jendela. Anak-anak ini belajar dalam fasilitas yang amat terbatas. ‘’Hanya kelas 6 yang menempati ruangan kelas yang bisa dikatakan layak,’’ ujar Purwono, Kepala SDN 1 Semanggi.
Pernyataan Kasek yang sudah menjabat di sekolah yang sekarang mempunyai 126 murid memang benar. Karena selain kelas 6, kondisi kelasnya memang memprihatinkan. Untuk kelas 5 sampai kelas 3 misalnya, harus menempati satu local yang disekat-sekat. Bangunan ini adalah bangunan lama. Dindingnnya dari papan kayu yang sudah bolong di sana-sini. Belum juga sekat antarruangan yang juga tak kalah buruknya. Maka, jangan heran kalau aktivitas di kelas sebelah bisa dilihat jelas di kelas yang lain.
Masih belum cukup. Atap ruangan itu masih terbuat dari seng. Jadi panasnya bukan main berada dalam ruangan itu saat siang hari dan matahri bersinar terik. Kalau hujan, gaduhnya minta ampun. Tapi, dari fasilitas seperti itulah anak-anak desa Semanggi ini belajar. ‘’Masih untung dindingnya banyak yang bolong, jadi udara segar masih bisa masuk,’; ujar Purwono bercana.
Geser dari local tersebut, kondisinya makin membuat terenyuh. Betapa tidak, anak-anak kelas 1 dan 2 harus belajar di sebuah bangunan paling reyot di sekolah tersebut. meski atap dari genteng namun lantainya membuat orang yang melihat mengelus ada. Karena saking banyaknya lantai yang hilang, ruangan kelas itu bak berlantai tanah. Sehingga, agar tidak berdebu, setiap hari lantai itu disiram air. Saat koran ini melongok dalam kelas tersebut, masih terlihat sisa air siraman yang masih menggenag di beberapa titik. Untuk menghindari air, siswanya mengangkat sepatu ke bagian bawah bangku. Bangku di kelas ini juga sudah usang. ‘’Ini memang kondisi kami,’’ ujar Purwono menegaskan.
Apakah tidak ada bantuan ? ‘’Pernah sekali pada 2006 lalu dari provinsi,’’ ungkapnya. Sedang dari Dinas Pendidikan Nasional (diknas) Blora sejak menjadi kepala sekolah di sekolah itu, dia mengaku belum pernah menerima. ‘’Padahal, setiap tahun saya selalu mengajukan proposal bantuan. Tapi sampai sekarang belum,’’ ujarnya.
Bantuan dari pemprov itu, kata dia, diwujudkan menjadi satu local yang disekat menjadi dua ruangan. Satu untuk ruangan kelas 6 dan satu untuk kantor. Karena saat dia datang kali pertama, sekolah itu belum mempunyai kantor. Purwono mengakui pada April lalu dibantu peralatan kantor oleh Pertamina. Di antaranya adalah 6 set meja dan kursi guru dan tiga almari.
Di tengah harapan yang tak kunjung datang itu, Purwono mengaku sedikit terhibur dengan prestasi anak didiknya dan dedikasi para guru yang luar biasa. Dia menyebut, hasil ujian nasional (UAN) anak didiknya cukup menggembirakan. Pada 2006, anak didiknya menempati peringkat tiga terbaik ke Kecamatan Jepon. Kemudian tahun 2007 turun ke peringkat ke tujuh. ‘’Padahal kita bersaing dengan 47 SD lain se Jepon,’’ akunya bangga.
Dedikasi guru, ungkapnya, ditunjukkan dengan semangat tak pantang menyerah untuk mengajar. Padahal, rumah para guru sekolah tersebut sangat jauh dari lokasi. Hanya ada satu guru yang asli Semanggi. Sisanya dari Blora, Jepon dan lainnya. Purwono sendiri tinggal di Kecamatan Jepon. Untuk sampai di sekolah dia harus menempuh jarak 23 kilometer atau 46 kilometer pergi pulang. ‘’Tapi, para guru di sini tidak ada yang telat. Sebelum jam 07.00 mereka sudah datang. Itu luar biasa.
Dia sangat berharap ada bantuan yang datang. Misalnya dana alokasi khusus (DAK) untuk rehap sekolah. Sebab, sekolah-sekolah lain mendapat. ‘’Kita sudah sering di surve dan didatam namun pas pembagian dana kita selalu tertinggal,’’ tegasnya.
Satu sekolah lagi ada dukuh Semanggi, yakni SDN 2 Semanggi. Muridnya hanya 66 orang. Kondisinya juga tak kalah mengenaskan. Bahkan, salah satu local bangunan di sekolah ini pernah nyaris ambruk. Sebagian atap dan dindingnya sudah ambrol. Melihat kondisi itu, baru Pertamina membantu rehap gedung.
Padahal sekolah ini hanya berjarak puluhan meter dari banguna sumur Pertamina yang kokoh tersebut. Dan, untuk sampai ke lokasi umur itu, pasti melewati depan sekolah ini karena letaknya persis di pinggir jalan. Sama seperti SDN 1 Semanggi, SDN ini juga berharap mendapat bantuan dari diknas atau pihak manapun, sehingga bangunan sekolah menjadi layak dan nyaman untuk dijadikan tempat belajar mengajar. ‘’Kami juga berharap sekolahan di Semanggi ini juga diperhatikan. Karena dua sekolah itulah yang menjadi tumpuan pendidikan anak-anak kami,’’ ujar Kades Semanggi Kasno saat dimintai komentarnya soal kondisi sekolah di desanya yang masih memprihatinkan tersebut. (*)

Caption foto :
MENGENASKAN : Anak-anak siswa kelas 2 SDN1 Semanggi saat belajar di ruang kelas yang memprihatinkan.

Tidak ada komentar: